Menjadi Pendaki Zero Waste

Kegiatan pendakian memang salah satu aktivitas luar ruang (outdoor red.) yang cukup popoler dewasa ini terkhusus dikalangan generasi millenial. Mendaki gunung seperti sebuah trend baru dalam kegiatan wisata alam walaupun kegiatan pendakian gunung sudah lama digeluti oleh banyak kalangan terkhusus kelompok pencinta alam.

Mendaki gunung memang salah satu alternatif aktivitas luar ruang yang cukup terjangkau oleh masyarakat awam dibandingkan aktivitas luar ruang lainnya seperti panjat tebing (climbing), arung jeram (rafting), susur goa (caving) atau menyelam (diving) dan lain sebagainya. Disamping lebih murah secara akomodasi juga relatif lebih aman dibandingkan yang lain disebutkan tersebut. Alhasil peningkatan kuantitas pendaki di wilayah pariwisata gunung di Indonesia cukup signifikan.

Secara ekonomi, peningkatan kuantitas wisatawan gunung ini adalah salah satu sumber devisa bagi pelaku usaha wisata seperti pemandu wisata (guide red.), usaha penyedia alat pendakian gunung serta jasa penyewaannya, penjual oleh-oleh khas (souvenir red.) dan juga sektor usaha penyedia minuman dan minuman. Bahkan peningkatan jumlah pendaki gunung berimbas langsung pada peningkatan pendapatan retribusi memasuki wilayah wisata alam bagi dinas terkait. Namun, disamping itu semua ada polemik yang selalu menjadi masalah yang mengikuti bila fenomena kuantitas wisatawan awam ini terjadi di lingkungan wisata yaitu masalah produksi sampah baik organik maupun non-organik serta cara distribusi akhirnya.

Seperti sudah menjadi "buah simalakama" fenomena permasalahan sampah di lingkungan wisata. Terkhusus di lingkungan gunung, sampah seperti sudah jadi pemandangan biasa bila banyak berserakan bahkan bertumpuk disepanjang jalur pendakian. Hal ini sangat sulit dikontrol oleh dinas terkait yang bertanggungjawab akan situasi wilayah gunung menimbang banyaknya wisatawan pendaki gunung dan kurangnya fasilitas tempat sampah disepanjang jalur pendakian. Kebiasaan pendaki yang awam dan selalu berusaha praktis juga berimbas pada produksi sampah non-organik yang tinggi seperti bungkus plastik makanan dan minuman juga terkadang botol-botol kaca. Sampah non-organik ini menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar dalam masalah ekologi wilayah gunung.

Manajemen Pendakian Zero Waste

Polemik diatas pada dasarnya tidaklah dapat dientaskan hanya dengan pemberlakuan sebuah upaya peraturan legal. Sebab, masalah sampah secara universal hanya dapat dituntaskan dalam ranah pribadi secara mental dan pikiran yang dihasilkan dalam bentuk kesadaran diri. Dalam hal ini edukasi dan sosialisasi secara terus-menerus serta mempropaganda budaya-budaya manajemen sampah adalah cara yang paling efektif dalam mengurai kesemerawutan pola produksi sampah dan penanganannya.

Dalam hal ini, fenomena pendakian gunung oleh wisatawan adalah salah satu objek yang paling dekat untuk diedukasi mengenai pentingnya manajemen perjalanan zero waste dalam pendakian.  Dengan edukasi dan sosialisasi pendakian dengan manajemen zero waste niscaya polemik produksi sampah dan penanganannya dapat diurai secara perlahan dan menjadi sebuah budaya baru dalam menikmati alam dalam hal ini gunung sekaligus menjaga kesehatan ekologi alam.

Pendakian dengan manajemen zero waste adalah sebuah upaya manajemen perjalanan dalam berwisata gunung yang meminimalisir penggunaan produk sekali pakai dan produk-produk makanan instan dengan bungkus. Manajemen ini adalah sebuah menajemen sederhana namun memiliki dampak yang konstruktif dalam mengurangi budaya produksi sampah.

Hal yang paling signifikan memberikan polemik masalah sampah dalam pendakian gunung adalah budaya manajemen logistik makanan dan minuman yang dibawa wisatawan. Bila selama ini para wisatawan pendaki pada umumnya membawa makanan-makanan instan yang berbungkus plastik seperti mie instan dan cemilan-cemilan lainnya termasuk minuman berbotol plastik seperti air mineral mulai dapat mengganti pola makanan dalam pendakian gunung seperti memperbanyak buah dan mulai membawa tempat multiguna sebagai pengganti bungkus makanan juga membawa tempat minuman isi ulang sebagai pengganti tempat air mineral. Disamping lebih banyak menghasilkan energi dengan mengganti pola makanan dari makanan yang instan dengan makanan-makanan sehat ditempat multiguna juga menjaga kualitas makanan bila disimpan ditempat multiguna. Membiasakan membawa tempat minum isi ulang juga menghemat dalam penyediaan ruang dalam tas. Diatas itu semua efisiensi akomodasi dan kesehatan baik untuk tubuh dan lingkungan menjadi lebih terjaga.

Walaupun terkesan sepele, namun bila manajemen logistik makanan dan minuman ini dapat diterapkan dengan baik didalam perjalanan pendakian gunung niscaya akan memberikan dampak yang besar dalam membantu penyelesaian polemik sampah ini alih-alih menjadi sebuah budaya perilaku wisatawan niscaya akan sulit menemukan sampah disepanjang jalur pendakian gunung. Dengan ini juga kita turut membantu pemerintah dalam upayanya menjaga ekologi lingkungan alam dan wisata oleh pihak-pihak terkait.

Manajemen pendakian zero waste pada fokusnya adalah mulai merubah perilaku penggunaan bahan dan barang sekali pakai dengan mengganti budaya penggunaan  bahan dan barang multifungsi baik dalam logistik makanan maupun logistik alat pendukung pendakian lainnya. Dengan adanya perubahan perilaku konsumtif ini, kita dapat turut membantu alam untuk merehabilitasi dirinya sendiri dengan tidak menghasilkan sampah-sampah yang sulit diurai oleh alam. Kita pun turut menjaga kualitas pendakian kita disamping lebih sehat juga lebih murah. Perilaku ini haruslah dijadikan sebuah kesadaran dalam mental wisatawan yang sadar akan pentingnya sebuah kebahagiaan baik bagi diri maupun kepada alam terkhusus kepada gunung.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 tahun sudah

Pada Sahabat Yang Pergi, Kusampaikan

Beberapa Paragraf Untuk Gembel