Sampah dan Revolusi Mental

Hingga hari ini sampah bagaikan momok yang sangat sulit dihilangkan dari permasalahan sosial masyarakat. Berbagai upaya mulai dari edukasi tentang pentingnya membuang sampah sesuai dengan tempatnya hingga peraturan-peraturan pemerintah yang mengatur agar masyarakat lebih disiplin dalam mengkondisikan sampah yang dihasilkan oleh rumahtangga  bukanlah hal baru terlebih wacana berulang. Namun, polemik sampah ini seakan tiada pernah ada habis untuk mengatasinya. Justru semakin hari sampah ini sepertinya  bertambah saja masalahnya.

Padahal akibat-akibat yang dirasakan oleh masyarakat yang berhubungan dengan kondisi masalah sampah ini bukan tidak sedikit. Permasalahan penyakit yang timbul di wilayah permukiman, banjir hingga masalah estetika lingkungan seperti sudah langganan masyarakat dihampir semua wilayah. Tak ayal sepertinya masyarakat maupun pemerintah sendiri seakan enggan untuk coba mengatasi masalah ini. Pemerintah dan masyarakat bahkan cenderung saling lempar tanggung jawab untuk permasalahan sampah yang terjadi.

BUDAYA DISIPLIN SAMPAH

Pada hakekatnya permasalahan manusia dengan sampah adalah masalah kesadaran secara pribadi dan penuh dalam memandang sampah sebagai tanggung jawab. Sampah sebagai hasil samping dari konsumsi berbagai produk yang kita gunakan dipandang sebelah mata penanganannya karena terlihat sepele dan tidak serta-merta memberi efek langsung. Pola kesadaran seperti ini yang banyak dipakai oleh masyarakat dalam memandang sistem konsumsinya akan berbagai produk. 

Disamping itu, kesadaran akan pentingnya menjaga siklus sampah yang kita hasilkan tidaklah dapat dibentuk hanya dengan sebuah aturan atau sanksi maupun larangan. Juga tidak dapat diteguhkan didalam masyarakat hanya dengan himbauan-himbauan semata. Kesadaran harus dipupuk jauh-jauh hari dalam etika sosial yang kita ciptakan, terlebih wawasan akan konsekuensi ketidakdisiplinan penanganan sampah tersebut harus selalu kita rekayasa dalam pikiran dalam lingkungan sosial agar kesadaran akan pentingnya menjaga dan mengatur sampah yang kita hasilkan dapat muncul dan tertanam dalam pikiran kita.

Sampah juga tidak dapat selalu dipandang sebagai sesuatu yang tidak berguna. Wawasan penggunaan maupun manfaat lain dari sampah ini, mulai dari sampah organik hingga non-organik harus banyak diedukasi ditengah masyarakat sehingga sampah tidak melulu dipandang tidak memiliki nilai ekonomis.

Hal-hal diatas hanya dapat ditimbulkan bila keadaan dan edukasi sampah menjadi sebuah budaya dalam masyarakat. Dimulai dari subtansi paling kecil seperti diri sendiri dan keluarga hingga kelompok masyarakat. Dan kesadaran budaya sampah ini bukanlah wacana paruh waktu yang dapat diciptakan hanya dengan momen-momen euforia belaka. Namun, hal ini harus berjalan seiring bagaimana aktivitas kita menghasilkan produk dan sampah dalam semua hal secara selaras.

SEKOLAH SEBAGAI RUANG KESADARAN

Tak dapat disangkal sekolahlah yang paling banyak memberikan kita pengetahuan dan wawasan karena memang sekolahlah tempat kita mendapatkan hal tersebut. Sekolah bukan berarti sesuatu hal yang berbau formal saja, namun juga tempat dimana kita dapat berkumpul dan belajar akan segala sesuatu.

Hal ini seharusnya menjadi kesadaran institusi sekolah untuk mampu menciptakan kesadaran akan budaya disiplin sampah. Dari fenomena yang terjadi ditengah masyarakat secara ekstrim kita dapat berkesimpulan bahwa sekolah tidak optimal menciptakan kesadaran ini. Namun, bukan berarti sebuah kegagalan bila hal ini terjadi, tetapi menjadi sebuah sebuah acuan dan pacuan untuk dapat kembali merekontruksi pendidikan akan sampah ini.

Sekolah menjadi instrumen penting dalam menciptakan budaya disiplin sampah ini. Disamping "dia" memiliki sistem belajar yang terstandarisasi seharusnya sekolah juga mampu membangun etika sosial yang terstandarisasi pula termasuk untuk menciptakan iklim disiplin sampah tersebut. Sedari dini, sekolah harus mampu optimal dan disiplin dalam membentuk budaya ini didalam lingkungannya. Disiplin sampah harus dibentuk sedemikian rupa dilingkungannya serta tidak tampak seakan bagaikan beban bagi anak didik didalamnya.

Berbagai hal dapat dilakukan oleh sekolah mulai dari membuat skema-skema lingkungan sekolah yang bersih dengan melibatkan anak didik dalam menciptakannya hingga edukasi menyenangkan dalam ekstrakulikuler belajarnya mengenai sampah, mulai dari resiko dari budaya tidak disiplin sampah ini hingga keuntungan ekonomis yang dapat diraih dari mengenal lebih tentang sampah.

Imbas-imbas positip dari disiplin sampah ini juga dapat dijadikan reward baik perseorangan maupun kelompok anak didik oleh pihak sekolah untuk memacu kesadaran akan pentingnya sampah ini sehingga sampah dapat dipandang sebagai sebuah keuntungan alih-alih tidak punya nilai apa-apa.

Bila hal-hal diatas dapat dengan intensif dijadikan aktivitas keseharian kita, niscaya masalah sampah ini dapat terintegrasi dengan baik dilingkungan peradaban kita. Disamping sampah ini menjadi keuntungan untuk kita juga menjadi keuntungan bagi lingkungan sebagai korban paling utama dalam permasalahan ini. Bila mutualisme ini dapat berjalan dengan baik niscaya kita tanpa sadar juga akan menerima kebaikan dari alam sebagai "hukum alam" keselarasan yang optimal.***

#opini dalam sampah sebagai interpretasi revolusi mental

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 tahun sudah

Pada Sahabat Yang Pergi, Kusampaikan

Beberapa Paragraf Untuk Gembel