Berakar Dalam Kesadaran (Refleksi 26 Tahun Parintal FP-USU)
*
Setiap organisasi berjalan dalam sejarahnya masing-masing. Mereka bertumbuh dalam aspek dan keyakinan akan sebuah hal yang dianggap luhur dan patut diperjuangkan. Dan ini tidak terlepas dari sebuah organisasi yang dapat dikatakan sebagai wadah bagi mereka (mahasiswa red.) yang merasakan secara emosional bahwa aspek lingkungan adalah jalan perjuangan dan keyakinan keluhuran. Dalam 26 tahun terakhir perdebatan ini mengisi hari-hari PARINTAL. ***
PARINTAL FP-USU
27 juni 1992 organisasi ini berdiri atas prakarsa beberapa mahasiswa fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Banyak perspektif akan munculnya ide serta tindak yang terjadi sehingga organisasi ini akhirnya lahir dan bertumbuh. Namun, dalam konteks sejarahnya, organisasi ini lahir sebagai sebuah kerinduan oleh segelintir mahasiswa untuk mengambil peran dalam kompleksitas lingkungan.
Hari ini, Parintal menempatkan diri dalam bentuk dan tujuan bersama yang diyakini sebagai kelompok pencinta alam atau dapat dikatakan sebagai mahasiswa pencinta alam. Jauh kebelakang dalam kehadirannya, ciri diri tersebut tidaklah begitu eksplisit dinyatakan. Namun benih-benih arah pergerakan organisasi telah menjorok pada hal-hal demikian (alam red.). Mungkin ditenggarai oleh beberapa inisiator terdahulu yang konsen pada aspek-aspek lingkungan maupun alam atau memang situasi masa itu memang sedang "gandrung" dengan alam terkhusus dikalangan mahasiswa.
Hingga pada 26 juni 2018 atau tepatnya 26 tahun berdiri, organisasi ini menjadikan aspek lingkungan dan alam tersebut sebagai bentuk pergerakan yang selalu diperjuangkan. Banyak peristiwa baik kegiatan maupun prestasi yang telah dihasilkan oleh organisasi ini. Mulai dari edukasi alam terhadap masyarakat, eksplorasi alam sebagai wadah edukasi, ekspedisi alam dalam banyak bentuk, restorasi pada lingkungan seperti penanaman kembali wilayah kritis serta menginvestasi upaya keberlanjutan seperti penyediaan bibit tanaman dan hal lainnya, juga berusaha tetap bersinergi dan berlangsung dengan tetap meregenerasi kinerja organisasi (kaderisasi red.). Semua hal tersebut semata adalah pada satu impian luhur bahwa kesadaran akan pentingnya alam dalam sinergitas kehidupan haruslah menjadi kesadaran setiap manusia dan Parintal hadir mengisi tugas tersebut.
PENCINTA ALAM
Organisasi Pencinta Alam bukanlah hal baru ditengah lingkungan mahasiswa. Tercatat sejak dekade 60'an model organisasi yang intens pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan alam serta polemik di lingkungan telah mulai bertumbuh serta mengalami penyebaran "trend" dihampir seluruh kampus yang ada di Indonesia hingga mencapai masa kejayaan di era 90'an. Sebenarnya model organisasi seperti ini tidak hanya bertumbuh di lingkungan kampus namun juga hadir di lingkungan masyarakat yang punya hasrat akan hal demikian. Tercatat pula banyak kelompok pecinta alam yang tidak berbasis mahasiswa yang lahir hampir di era yang sama (sekitar 60'an) dan punya kontribusi lebih pula di aktivitas alam yang digeluti.
Dunia mahasiswa pada dasarnya paling banyak bergelut dengan hal yang berbau kepencintaalaman ini. Diskursus mengenai organisasi ini banyak dikaji dan dibenahi didalam lingkungan intelektual mahasiswa. Itu sebabnya organisasi ini "awam" mencirikan diri dengan mahasiswa. Walaupun setelah reformasi (1998 red.), aktivitas dan pertumbuhan organisasi model ini mengalami stagnansi namun tidak dapat dikatakan "mati". Perkembangan zaman yang berorientasi pada perubahan pola pikir disinyalir sebagai pokok utama yang mengikis "trend" organisasi ini.
Pola kaderisasi organisasi juga dianggap banyak menguras minat pada organisasi ini. Tersirat, sebagai akibat organisasi ini tumbuh dari satu model kultur (Mapala UI dinyatakan sebagai pioneer) yang menyebar baik secara ilmu maupun struktur, alhasil dihampir semua organisasi pencinta alam punya model kaderisasi yang "mirip" (konsep militer kaderistik) yang jauh hari mengalami degradasi makna maupun teknis yang berujung pada tindak kekerasan verbal maupun non verbal. Tidak sedikit catatan hitam mengenai kaderisasi pencinta alam sepanjang eksistensinya walaupun hal ini seiring waktu mulai dibenahi baik internal maupun eksternal para penggiat organisasi ini.
PARINTAL KEMARIN, KINI dan ESOK
Tak jauh berbeda, Parintal juga hadir dan bersanding dengan polemik-polemik seperti diatas. Seiring perjalanannya tidak sedikit kesulitan maupun kebuntuan dalam menggerakkan roda organisasi. Hilangnya semangat maupun ambisi akan visi-misi luhur organisasi juga kerap hadir menghantui. Kekhawatiran akan eksistensi organisasi yang terus tergerus juga membuat gelisah para pemangkunya. Namun, bukan berarti Parintal tak hadir hingga di usianya yang ke 26 tahun. Sebuah perjalanan yang dapat dikatakan "dewasa" secara mental maupun keilmuan.
Perkembangan zaman sebagai tantangan aktual organisasi menjadi tugas sehari-hari yang mendidik improvisasi "soft skills" para penggiat/anggotanya. Begitu pula hal-hal dinamis yang menjadi diskursus keorganisasian tanpa memilah tema adalah keseharian Parintal sebagai wadah intelektualitas juga kebersamaan. Namun, ini adalah Parintal hari kemarin.
Hari ini, Parintal seperti kehilangan "ruh" spritualnya. Tak ada yang bisa dijadikan "kambing hitam" selain hasrat itu sendiri yang menghilang. Kaburnya pemaknaan akan rekoleksi keilmuan yang terdapat ditubuh organisasi sedikit banyak mengaburkan jati diri dan semangat untuk berorganisasi. Perubahan zaman juga disinyalir banyak menghilangkan nilai-nilai yang dianggap sebagai pondasi organisasi secara emosional. Hilangnya diskursus keorganisasian serta menguatnya sifat strukturalis ditubuh Parintal banyak mempengaruhi sikap dan emosional anggota pada Parintal itu sendiri. Penyempitan makna akan hadirnya organisasi serta lemahnya pemangku untuk menghadirkan jiwa Parintal itu sendiri pada regenerasinya juga kerap paling sering mengubah optimisme akan organisasi. Ini menjadi tema besar polemik hari-hari ini.
Parintal hadir tidaklah dapat dimaknai langsung oleh karena sejarah maupun fokus kinerjanya. Hal-hal ini banyak menghilangkan "spirit" akan Parintal itu sendiri. Setiap orang yang hadir ditubuh Parintal adalah entitas yang unik. Dengan kesadaran itu Parintal selalu menjadi wadah yang universal. Parintal bukan hanya sekedar organisasi yang bergiat dengan alam tapi lebih dari itu semua. Parintal hadir mengisi pemikiran-pemikiran apapun tanpa batasan normatif. Sebab, niscaya potensi organisasi adalah kebebasan dalam berpikir. Parintal haruslah keluar dari doktrin-doktrin yang selama ini memeluk tafsir tujuan berorganisasi dan mulai berjalan atas dirinya sendiri tanpa ada beban statistik yang membebani.
Moralitas harus menjadi landasan utama diskursus Parintal itu sendiri dengan demikian akan ditemukan perlahan tugas-tugas maupun panggilan kesadaran akan alam. Sebab, Parintal bukan hanya masalah organisasi tetapi masalah kesadaran diri. Dengan ini kita melihat Parintal "esok" tumbuh dalam kesadaran yang diinginkannya. ***
Komentar
Posting Komentar