Konservasi atau Konser Vasi?
Dengan berbagai polemik yang muncul dari tubuh peradaban kita memaksa kita untuk melakukan macam-macam upaya agar lingkungan yang menyokong peradaban kita tetap dalam kondisi produktif dan berlangsung. Kita mengkampanyekan sebuah upaya potensial agar polemik-polemik lingkungan tersebut dapat terurai yaitu konservasi.
Konservasi adalah berbagai upaya untuk melindungi, memperbaiki, maupun melestarikan sumber daya alam yang ada agar tetap dapat memenuhi kebutuhan peradaban kita akan sumber daya alam. Dengan kata lain, konservasi adalah wujud memperbaiki kondisi kerusakan yang kita timbulkan melalui aktivitas peradaban manusia.
Sebuah paradoks hadir dari tema konservasi yang ada. Sebab upaya konservasi justru muncul dari upaya kerusakan yang kita ciptakan sehingga kita hanya mencoba memperbaiki sesuatu yang sedari awal telah kita rusak. Namun, tak ayal upaya konservasi harus tetap dilaksanakan bila menimbang kebutuhan kita akan keberlangsungan kehidupan.
Semenjak hadirnya isu konservasi akibat kerusakan sumber daya alam yang jumlahnya sangat eksponensial banyak negara bergegas membuat wacana penyelamatan lingkungan bahkan organisasi perserikatan antar negara dunia menjadikan wacana konservasi sebagai salah satu isu yang harus sesegera mungkin dilaksanakan dan dicapai dalam tenggak waktu. Melalui itu semua sokongan finansial yang melimpah pun bermunculan bagi pihak-pihak yang bergerak dalam upaya konservasi maupun yang ingin menjalankan program konservasi dimana pun.
Pihak-pihak yang terkait akan konservasi pun berlomba-lomba untuk mengadakan program berbau konservasi dan mendapat dukungan akan program itu melalui wadah-wadah yang menyediakan finansial tersebut. Alhasil bermunculan program-program konservasi yang sangat normatif tanpa menyentuh titik-titik vital kebutuhan akan konservasi sumber daya. Di berbagai daerah kritis sumber daya alam atau berpotensi akan terjadinya kerusakan sumber daya alam pun banyak program konservasi yang dilaksanakan dengan sangat normatif dan terbengkalai begitu saja disebabkan selesainya waktu program maupun hilangnya sokongan finansial yang ada. Dengan begitu secara otomatis konservasi gagal tercapai.
Pada paradigma tersebut konservasi seperti dijadikan lumbung yang justru semakin merusak sumber daya yang ada. Demi mencapai nilai-nilai acuan yang diharapkan oleh penyokong dana (pemerintah, perusahaan, organisasi dll), pihak-pihak terkait membuat segala cara agar program tersebut seperti mencapai titik kesuksesan. Konservasi justru menjadi anti-konservasi bagi lingkungan.
Masyarakatpun seperti kebingungan akan isu konservasi sebab konservasi seperti hanya kebutuhan segelintir pihak sehingga merasa konservasi bukanlah kesadaran universal sehingga tetap pada budaya konsumtif yang liar pada sumber daya alam. Negara pun seakan pada posisi abu-abu dalam kebutuhan akan konservasi sebab cara industri yang sangat bertentangan dengan konservasi tak selalu dapat dikontrol oleh negara sebab ada kebutuhan bagi negara dengan industri dalam menyokong keuangan negara. Dengan demikian konservasi menjadi bahan pelipur lara dalam menghadapi kenyataan akan merosotnya potensi sumber daya alam yang kita ciptakan sendiri.
Konservasi hanya dapat dilaksanakan dalam keadaan yang benar-benar dibutuhkan peradaban sehingga setiap insan memahami akan pentingnya menjaga sumber daya yang berfungsi untuk mempertahankan kehidupannya dan cara itu adalah daya pikir konservatif. Dengan hal demikian muncul dalam setiap peradaban niscaya konservasi adalah wujud luhur akan kehidupan yang berlangsung dan sebuah kesadaran yang menyenangkan.***
Komentar
Posting Komentar