Sudahkah Anda Beli Pangan Lokal? (Selamat Hari Tani Nasional 24 September)
*
Hari Tani Nasional ditetapkan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno pada tahun 1960 yang diatur ketepatannya pada bagian dari pokok Undang-undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). Undang-undang ini sebagai representasi negara dalam mengupayakan 3 aspek utama dalam bidang agaria yaitu Ketahanan Pangan, Kedaulatan Pangan dan Kebijakan Pertanian. Kini, setelah 58 tahun semenjak Hari Tani Nasional ditetapkan, apakah sudah menemui titik terang dalam bidang agaria atau justru 3 aspek yang diemban negara dalam kewajibannya tersebut hanya perihal undang-undang semata?
Semenjak merdeka tahun 1945, bidang agaria (pangan) adalah salah satu pokok tugas yang di prioritaskan oleh pemerintah pasca penjajahan agar setiap warga negara mampu hidup sejahtera melalui agaria yang notabene merupakan negara yang sangat potensial pada usaha ekonomi agraria. Berbagai upaya dicoba negara agar setiap warga negara mampu hidup melalui aktivitas agraria. Upaya tersebut meliputi sektor ekonomi agraria, iklim politik agraria yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Peralihan kekuasaan politik yang dialami oleh Indonesia membuat upaya tersebut lambat berjalan hingga dimulai tahun 1980-an dengan adanya Revolusi Hijau yang dijadikan pemerintah dalam menstimulasi sektor agraria mencapai hasil yang maksimal dengan terciptanya swasembada pangan nasional bahkan menjadi sumber devisa negara melalui aktivitas ekspor bahan pangan di tahun 1990-an, sempat menjadikan Indonesia terkenal sebagai penghasil bahan pangan yang besar di Dunia. Namun lambat laun, kebijakan-kebijakan pemerintah yang menomor-duakan bidang agaria perlahan meredup hingga kini masalah swasembada pangan urung selesai dan mirisnya kini Indonesia menjadi salah satu pengimpor beras dari negara tetangga.
Indonesia adalah negara agraria sepertinya kini hanya jargon penyemangat semata. Jargon tersebut terbukti berbanding terbalik dengan kondisi politik maupun sosial agraria yang dialami warga negara. Sektor bahan pangan kini justru banyak dipenuhi oleh negara lain. Masyarakat yang awam akan wawasan agaria bahkan tidak terlalu ambil pusing dengan kebutuhan pangan yang hampir keseluruhannya dipenuhi oleh impor bukan oleh hasil negara sendiri. Keadaan ini sudah berlarut-larut terjadi dalam skala nasional namun tak kunjung juga menemukan solusi. Petani yang notabene tergantung pada kebijakan negara akan iklim politis agraria selalu menjadi pihak yang tak memiliki pilihan lainnya dalam semua konsekuensi yang terjadi. Gairah petani selalu dibenturkan pada kenyataan bahwa hasil pertaniannya harus bersaing dengan hasil tani "luar" yang justru selalu dihadirkan oleh pemerintah. Konflik horizontal pun bahkan kerap terjadi antara petani dan pihak perusahaan maupun instansi pemerintah yang ingin menguasai lahan petani. Tidak sedikit konflik agraria yang dialamai petani oleh pihak bangsa sendiri. Dengan semua kenyataan yang terjadi dalam kurun waktu 50 tahun terakhir menjadi apatis pada pemerintah adalah jalan terakhir yang di pilih oleh pihak petani.
Jalan terbaik bagi kita dalam segala kerumitan agraria yang terjadi dalam kurun waktu yang juga sudah terbilang lama adalah mulai mencintai produk-produk pangan lokal. Mulai mengenal hasil pangan lokal dan pasar yang menyediakannya adalah cara sederhana yang mudah kita kerjakan. Tidak selalu terbawa paradigma bahwa produk impor selalu lebih berkualitas adalah cara melawan gempuran pasar bebas yang memasuki Indonesia. Petani akan semakin bergairah dalam berbudidaya bila harga dan kebutuhan sektor pangan yang dihasilkannya meningkat dalam negeri dan oleh bangsanya sendiri. Pemerintah harus yakin dan berani bahwa sektor agraria adalah sektor yang mampu menghidupi bangsa ini seperti keyakinan para pendahulu bahkan para penjajah bahwa Indonesia adalah selayaknya negara agraria. Dengan perlahan kita dapat kembali menjadi negara pengekspor pangan bukan sebaliknya.
Sebagai masyarakat urban (kota red.) yang notabene jauh dari kegiatan pertanian dapatlah memulai menikmati hasil pangan-pangan lokal alih-alih menutup pasar pangan impor. Dengan upaya demikian yang massif akan membuat iklim baru pada sektor agraria di Indonesia. Pemerintah akan lebih yakin menutup keran impor bila konsumsi dalam negeri terpenuhi oleh sektor agraria dalam negeri. Pemerintah juga harus mengutamakan perihal wawasan dan dukungan agraria pada petani, yang otomatis akan mendongkrak hasil pertanian secara eksponensial dalam rentang waktu ke depan. Dengan itu semua kita menikmati hari memperingati "Hari Tani Nasional".***
Komentar
Posting Komentar