Paradoks Intuisi

Pernahkah kita merasakan sebuah kesalahan? Pernahkah kita merasa ada sesuatu yang menurut pemikiran bahwa fenomena / peristiwa itu tidak ideal? Pernah kita merasakan sebuah pernyataan yang tidak universal?

Setiap kita pasti pernah merasakan mungkin salah satu dari hal diatas atau bahkan seluruhnya, karena kita memiliki akal budi dan nalar. Akal budi kita bekerja pada dasar-dasar nalar intelektualitas yang kita alami dan menciptakan nalar rasionalitas yang kita niscaya dan yakini sebagai sebuah landasan dalam kehidupan kita.
Bahwa kita adalah mahluk sosial dan rasional adalah sebuah uji yang menyatakan bahwa keadaan kita haruslah bersosial dan realistik sebagai manusia yang memiliki nalar dan menyatakan itu sebagai wujud kehidupan kita. 

Kita dapat melihat bahwa struktur peradaban kita membentuk kita dalam bentuk sosial dan rasional seiring dari nilai konstruksi kehidupan yang kita ciptakan. Namun, bila sosial dan rasional adalah hasil akal kita lantas bagaimana awal sosial dan rasional ini terbentuk bila sosial adalah perkembangan individu dan rasional adalah perkembangan irasional (tanpa akal) sebelumnya? Hal ini menjadi paradoks intuisi

Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas (wikipedia). Secara sederhana intuisi dapat dikatakan sebagai wujud dari perasaan. Namun, hingga hari ini intuisi tidak mendapatkan tempat secara empiris (ilmiah) di dalam intelektualitas kita sebab penempatannya yang terlalu subjektif dan cenderung tak terukur mengakibatkan dia sulit ditempatkan dalam dunia keilmiahan.

Namun, intuisi mendapatkan posisi di dalam akal kita sebagai wujud dari hal-hal yang sulit kita sistematiskan. Hal-hal itu banyak terjadi dalam delik peristiwa yang kita alami seperti saat situasi tidak nyaman yang kita alami sebagai indikasi adanya sebuah peristiwa yang secara imajinatif tidak kita harapkan terjadi bahkan sebelum realitas itu hadir. Diposisi itu intuisi mengisi relung yang kosong atau secara eksplisit kita meyakini perasaan melingkupi kita.

Secara intelektual, intuisi ini hadir bagaikan sebuah antitesa dari cara kerja akal itu sendiri. Intelektualitas kita berkecenderungan bekerja secara inderawi sebagai alat pemasok informasinya dan memprosesnya di dalam otak untuk menghasilkan sebuah keyakinan. Akal bekerja berlandaskan akar kausalitas (perihal sebab-akibat) untuk menegasikan sesuatu yang dianggap irasional (tidak masuk akal/imajiner). Namun entah bagaimana intuisi lantas menegasikan kembali ciri intelektualitas ini. Dia seperti bermain pada titik naluri. Lantas apakah intuisi niscaya sebuah irasionalitas?

POTENSI ABSOLUT

Bila melihat pertumbuhan peradaban manusia, kita masih mengamini bahwa otak kita masih terus melanjutkan evolusinya hingga titik yang tidak bisa dibatasi, dapat kita lihat dari perubahan perilaku dan budaya kita secara global sepanjang sejarah peradaban dan keyakinan rasional kita pun seiring waktu mengalami perubahan. Dengan kenyataan tersebut intuisi tidak dapat dihilangkan secara mutlak dari bagian intelektualitas kita walaupun dia menempati titik-titik buta kayakinan empiris kita. Seperti keyakinan akan Tuhan yang hingga hari ini masih misteri bagi manusia di dunia menguatkan nilai intuisi yang mungkin hadir mengisi ruang kosong yang tidak dapat/belum mampu diindahkan intelektualitas kita. Bisa jadi dia menjadi rasional kedepannya alih-alih adalah kebodohan sistematis yang selama ini membumbui kehidupan manusia. Namun, hadirnya konteks Tuhan bukankah tanpa sebab? Bukankah dia hadir dalam sejarah intelektualitas manusia itu sendiri? Begitu juga dengan banyak hal yang masih kita perdebatkan dalam titik ideal kita. Bukankah produk-produk peradaban yang kita ciptakan niscaya adalah kebohongan alamiah untuk menutupi ketidakmampuan kita? Maka intuisi mengisi itu semua sebagai pertahanan akan kesadaran diri sebagai sebuah kealamian. 


Semoga intuisi adalah kausalitas yang niscaya mengalami akar peradabannya sendiri menuju hidup manusia yang lebih baik lagi.***


,*Telah saya muat sebelumnya di media forum KasKus. (Dengan berbagai perubahan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 tahun sudah

Pada Sahabat Yang Pergi, Kusampaikan

Beberapa Paragraf Untuk Gembel