Gambar Bercerita (Memberdayakan Foto Dalam Narasi) Konteks: Smartphone

Era teknologi kekinian (gadget red.) berbagai media berkembang sangat pesat. Mulai dari alat komunikasi yang tak lagi sekedar penyampaian pesan via suara atau teks, alat bantu tulis-menulis dan penyusunan administrasi yang kian praktis, hingga kecanggihan alat tangkap gambar (kamera) yang tersemat dalam teknologi Smartphone tak lagi dapat dianggap remeh. Semua hal diatas tak pelak meningkatkan mobilitas setiap orang dalam konteks komunikasi. Secepat kilat setiap orang yang terkoneksi dapat saling berhubungan dalam berbagai bentuk komunikasi teknologi. Baik itu komunikasi suara, teks, gambar bahkan virtual. Dunia fotografi pun mengalami peningkatan penikmat yang sangat pesat dengan berbagai tema maupun kreativitas yang beragam. Dunia foto-memoto memang mempunyai kenikmatan tersendiri bagi penggunanya. Disamping dapat menyalurkan hasil kreasi sendiri kepada khalayak juga dapat sebagai media menguatkan nilai narasi pesan atau situasi yang ingin kita sampaikan. Foto memiliki nilai visual yang mudah ditangkap oleh orang lain sehingga intisari dari narasi dapat ditekankan dalam gambar. Lantas bagaimana membuat foto yang menarik tuk dijadikan sebagai penguat narasi yang ingin kita utarakan? 

Dengan smartphone kekinian, kita dengan cepat dan mudah kapan saja menangkap gambar. Hasil gambar dari smartphone kini pun tak dapat dianggap remeh. Kualitas yang dihasilkan kamera smartphone kekinian tak lagi jauh dari kualitas gadget khusus penangkap gambar (kamera digital/DSLR red.). Oleh sebab itu daya kamera smartphone demikian sangatlah mumpuni tuk menangkap gambar yang indah sekaligus bermakna. Tinggal mulai banyak belajar memotret serta meilhat situasi disekitar kita sehingga intuisi untuk mengambil gambar/foto semakin terasah. Diatas itu semua, walaupun kamera smartphone sudah canggih bukan berarti batasan yang dimilikinya sama dengan kamera digital. Smartphone yang didesain multifungsi dalam satu wadah membuatnya harus berbagi fitur yang terbatas termasuk kemampuan kameranya. Berbeda hal dengan gadget khusus yang didesain pada satu fungsi utama. Oleh karena itu bagaimana memaksimalkan fungsi kamera pada smartphone? 

Kamera smartphone kini sudah memiliki banyak tambahan dan penajaman fitur-fitur yang mendukung proses pengambilan gambar seperti kamera digital khusus. Kecepatan menangkap gambarnya pun semakin tinggi serta opsi-opsi pendukung penangkapan gambar pun semakin variatif. Tapi, hingga kini ukuran smartphone yang terbilang kecil memaksa fitur kameranya pun didesain pada ukuran yang kecil pula. Oleh karena itu, smartphone biasanya memiliki lensa yang kecil dan tetap (fix). Ini mempengaruhi kita dalam mengambil gambar. Lensa yang tetap sangat tak menganjurkan adanya upaya pembesaran (zooming) pada objek karena mempengaruhi kualitas objek yang ditangkap lensa. Posisi yang tepat dari objek sangat disarankan bila ingin mendapatkan gambar objek yang maksimal dengan catatan menghindari pembesaran. Walaupun ada fitur penambah cahaya berupa pembias (flash) bukan berarti kamera smartphone dapat maksimal saat minim cahaya. Pada dasarnya memang kamera smartphone tak didesain pada kondisi ektrem cahaya (gelap/remang) walau kekinian konteks demikian mulai dibenahi pada kamera smartphone. Smartphone terbaru dengan kamera yang mumpuni demikian terbilang sangatlah mahal. Oleh karena itu memahami kondisi cahaya lingkungan saat memotret adalah keharusan.  Kamera smartphone potensial pada pencahayaan luar ruang (outdoor) karena pencahayaan alami (sinar matahari) lebih baik daripada pencahayaan buatan (lampu ruangan). Oleh karena itu objek luar lingkungan lebih unggul bila dijadikan bahan potret. 

Atas itu semua, hal yang paling mendasar dalam fotografi adalah mengasah perspektif (sudut pandang). Dalam fotografi, objek yang sama dapat menghasilkan nilai seni dan makna yang berbeda. Kemampuan perspektif hanya dapat dipupuk dengan upaya belajar memotret dengan intens dan selalu mencoba sudut pandang pengambilan objek. Karena cahaya sangat mempengaruhi kualitas objek gambar maka perlu diperhatikan waktu pengambilan foto. Waktu paling potensial mengambil foto adalah waktu pagi dan senja hari yang biasa disebut golden hour. Pada waktu tersebut intensitas dan volume cahaya matahari tidak terlalu tinggi serta bias yang dihasilkan matahari pagi maupun senja oleh objek yang disinarinya biasanya menghasilkan komposisi warna yang menarik semisal warna jingga atau rona merah yang sangat baik mengisi komposisi foto. 

Dewasa ini, swafoto (selfie) adalah teknik potret yang paling banyak digemari pengguna smartphone. Bahkan produsen smartphone sampai mengandalkan fitur kamera untuk swafoto sebagai andalan menggaet konsumen. Para produsen berlomba-lomba menghasilkan kamera swafoto terbaik. Swafoto sebagai alat hiburan sangatlah menyenangkan terutama karena swafoto murni menjadikan penggunanya sebagai objek foto. Namun dia menjadi luput sebagai alat potret pemberi pesan dan makna karena fungsi utamanya itu (swafoto mengesampingkan keadaan sekitar objek).  Oleh karena itu menghasilkan gambar bercerita harluslah mengutamakan keadaan dan situasi lingkungan sekitar sebagai objek baik itu benda maupun peristiwa. Manusia dan peristiwa adalah salah satu objek yang paling mudah tuk dijadikan  foto yang memiliki makna dan nilai. Keadaan sekitar baik benda maupun lingkungan juga mengandung nilai dan makna yang tak kurang banyak bila kita mahir meramu gambar yang apik saat memotret. 

Membuat narasi memang tidak mudah. Banyak hal dalam membuat narasi yang membuat narasi seperti mudah tapi sebenarnya terbilang sulit. Namun hal terpenting dalam membuat narasi adalah berani membuat kalimat yang benar-benar tertuang dari hasil pemikiran sendiri. Narasi yang menarik selalu berangkat dari rasa yang jujur. Perasaan yang terwakili dalam narasi yang jujur  akan tampak berbeda dalam sebuah narasi. Oleh karena itu berangkatlah dari peristiwa sehari-hari yang mungkin kita alami atau dalam pengamatan. Hal yang remeh-temeh pun akan terlihat menarik dalam narasi bila dikemas dalam nalar dan daya kritis yang jujur. Oleh sebab itu perbanyaklah memotret peristiwa atau objek yang terbilang mudah untuk memaparkannya. Perhatikanlah kebakuan kata maupun kalimat dalam narasi agar tidak menciptakan ambiguitas maupun kehilangan interpretasi oleh pembaca. Kedudukan kata dalam kalimat baku yang biasa kita sebut S-P-O-K (Subjek, Predikat, Objek dan Keterangan) haruslah selalu diperhatikan agar kalimat menjadi padat fungsi dan makna. Beberapa hal terakhir belakangan yang disebut hanya dapat dipertajam bila tekun mengasah kemampuan menulis narasi. Perbanyaklah wawasan umum serta literasi untukenambah opini maupun data yang dapat kita gunakan dalam konteks isi narasi. Selain membaca itu penting dan menyenangkan. 

Media sosial dewasa ini khususnya di Indonesia sedang mengalami masa transisi yang cenderung membawa efek yang negatif pada penggunaannya. Sudah banyak masalah maupun kasus yang terjadi akibat media sosial. Semua ini berangkat akibat tidak berimbangnya intensitas informasi yang berseliweran. Pengaruh negatif lebih dominan muncul ketimbang hal positif. Oleh sebab itu mengisi media sosial dengan narasi-narasi informatif pula dengan tambahan potret yang menarik serta-merta akan mengimbangi hal negatif yang bermunculan. Dengan itu pula kita turut serta dalam membangun opini publik ke arah yang lebih baik. ***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 tahun sudah

Pada Sahabat Yang Pergi, Kusampaikan

Beberapa Paragraf Untuk Gembel