Beberapa Paragraf Untuk Gembel

*

Kata belajar memang universal. Hal apapun bisa dijadikan pembelajaran bagi kehidupan. Semua adalah ilmu pengetahuan sebab segala sesuatu yang memberi keniscayaan wawasan dan pengetahuan adalah ilmu. Bukan hanya melalui pengetahuan dan kehidupan manusia, melalui mahluk hidup lain yang bersanding hidup dengan kita niscaya memberi pembelajaran kehidupan untuk kita. Memiliki relasi atau sebentuk jalinan sosial dengan hewan adalah salah satu dari banyak bentuk pembelajaran lainnya. Hewan banyak memberikan kita saat-saat dimana memahami kehidupan dari perspektif mereka sebagai mahluk hidup yang sama seperti kita. Dan bukan hanya perspektif, melalui kehidupan jalinan relasi dengan kita bisa memetik sedikit rasa kebenaran bahwa kita hadir untuk saling mengisi.

**

Gembel adalah nama seekor kucing jantan liar yang pernah kutemui dan kukenal dalam kehidupanku. Aku tak memahami apakah aku benar-benar menjalin relasi dengannya layaknya orang yang memelihara hewan sebagai peliharaan atau kami hanya dua entitas yang saling berinteraksi tanpa pernah peduli kepentingan dari interaksi itu. Tak membangun rasa mungkin lebih tepatnya pada interaksi kami. Akupun tak terlalu memahami apakah memang hewan yang telah didomestikasi seperti kucing menyadari keberadaannya sebagai hewan peliharaan meskipun secara teknis dia tak terpelihara (terlantar) atau aku yang menjustifikasi  bahwa setiap kucing atau hewan peliharaan pada umumnya adalah sama saja. Butuh pelindung dan pemberi kehidupan baginya. Ya, sepintas demikian.

Tapi kali ini sedikit berbeda. Gembel tak mengikuti alur pemahaman yang kutekankan pada hewan peliharaan. Dia menolak segala persepsiku tentangnya. Semisal memberi sisa makanan padanya yang dalam persepsiku tak akan ditolaknya justru berkebalikan. Kucing yang pada umumnya senang dibelai manja juga tak tampak pada diri Gembel. Atau mungkin karena dia kucing jantan yang dewasa dan cukup liar (terlantar) membuatnya cukup maskulin dan menolak belaian. Tapi yang pasti dia menolak segala persepsiku tentangnya. Tanpa sadar, pendiriannya akan sikap itu memberinya ruang tanpa meminta untukku agar aku memahami itu. Bahwa ada hal yang tak selalu sama dengan yang kita pikirkan dan perkiraan tentang sebuah entitas. Keunikan adalah kata yang tak mungkin kita defenisikan secara mutlak. Dia unik sebagai defenisi.

Setelah beberapa minggu berutak-atik dengan situasi dan sikapnya yang sedemikian rupa, relasi aneh kami mulai terbentuk. Dia yang bertampang tanpa ekspresi (muka datar) dan badan terkesan kumuh itu mulai berani masuk kamar dan anehnya aku tak berniat mengusirnya seperti bila kucing-kucing lain disekitar indekos itu ingin masuk karena melihat sang penyewa kamar sedang makan nasi bungkus. Gelagatnya aneh, tak menunjukkan sikap ingin meminta makanan bila masuk ke dalam kamar meskipun saat itu aku memang sedang makan. Dia hanya mencari sedikit ruang di kamar sempit itu untuk berbaring dan beristirahat sejenak. Kelihatannya dia kurang sehat dan sering lelah. Dan situasi ini berjalan cukup sering hingga akhirnya aku dan mungkin dia terbiasa dengan sikap kami masing-masing. Ada kalanya dia mulaii akan memakan sisa makanan yang kubeli dan kuletakkan dipekarangan indekos agar dimakan para kucing liar, buatku itu membenarkan kembali persepsi yang kubentuk tentang kucing liar yang memang butuh makanan dan biasanya sisa makanan. Namun yang menjadi pergunjinganku adalah dia tak pernah menunjukkan sikap untuk meminta sisa makanan itu sedikit pun. Dia tak menempatkan posisi dirinya lebih rendah daripada diriku bahkan dalam persepsiku sendiri. Aneh.

Gembel adalah nama yang kupilih sebagai namanya atas kehendakku sendiri untuk menempatkan entitasnya dalam relasi kami. Ya, dia butuh nama setidaknya untuk budayaku sebagai manusia yang butuh identitas pada hal apapun meskipun kuyakin dia tak peduli akan itu. Nama banal itu kupilih bukan untuk bermaksud merendahkan harkatnya sebagai mahluk hidup meskipun kuakui nama itu ditengarai oleh imajiku saat melihat dirinya yang lusuh layaknya kaum papa. Secara harafiah dia memang lusuh dan kotor namun sebenarnya makna gembel tak tepat ditelekatkan padanya, disamping dia adalah hewan yang kulturnya tak mengenal berbagai produk kebudayaan kita itu. Tak kuambil pusing, Gembel menjadi bagian kehidupanku di lingkungan indekos ku dan bisa jadi bagian dari rangkaian pemikiranku.

Dugaanku tentang dia yang sering kelelahan dan tampak sakit sepertinya terbukti benar, ada saat-saat kutemukan dirinya sedang memuntahkan sesuatu. Terkadang perutnya tampak sangat kempis dan terlihat seperti kelaparan dan tak cukup lama (mungkin dalam keesokan hari) perutnya tampak sangat penuh dengan kaki-kaki yang lunglai persis seperti anak yang mengalami malnutrisi. Aku menjadi iba dan terkadang memberanikan diri untuk berinteraksi lebih dengannya dengan memberinya obat cacing karena dugaann pendekku dia sedang cacingan. Sesaat nanti dia tampak sehat namun selang beberapa waktu kondisi awalnya itu kumat lagi. Aku cuma merasa sepertinya setiap kucing liar yang notabene hidup liar tak terpelihara dengan baik oleh manusia akan mengalami penyakit (cacingan) karena lingkungan dan makanan yang tidak terjaga kebersihannya. Meski demikian kami melalui kehidupan-kehidupan kami itu cukup lama. Dan dia tak memilih untuk berubah dari sikap awalnya denganku meskipun kami menjalani interaksi cukup lama. Hanya butuh sedikit ruang dan waktu didalam kamar serta makan bila dia ingin tanpa harus memelas kepadaku. Aku tercengang.

Dan di pertengahan tahun 2018, kebiasaan relasi kami yang telah berjalan hampir dua tahun itu mulai berubah. Meskipun kunjungannya ke kamar indekosku tak selalu intens tapi dalam seminggu pasti dia menyempatkan tiga atau empat kali singgah. Namun kali ini sedikit berbeda, kunjungannya mulai menurun intensitas hingga terkadang dalam seminggu dia tak kunjung muncul. Aku mulai bertanya dalam hati dan tanpa sadar kadang mencari keberadaannya disekitar indekos. Tak kunjung bersua. Apakah dia mati? Aku berpikir demikian karena melihat kondisinya dalam beberapa waktu yang cukup lama. Selang waktu yang terbilang cukup lama atau sekitar hampir 1 bulan dia kembali muncul dan beraktivitas seperti biasanya dilingkungan indekos. Tak ada ekspresi yang berubah atau berlebihan, semua berjalan seperti bagaimana dia bersikap selama ini. Hanya saja kali ini dia semakin tampak lusuh dan kumuh. Aku tak ingin menggubris kondisinya seperti dulu lagi disamping dia juga tak ingin. Aku hanya mencoba memberi ruang baginya dan sisa makanan bila dia butuh.

Akhir tahun 2018 kucing jantan yang lusuh dan kumuh itu sudah sama sekali tak memunculkan dirinya dilingkungan indekos. Firasatku tentang kematiannya kembali mencuat. Namun, karena kemunculan tiba-tiba yang pernah dilakukannya sekitar enam bulan yang lalu membuat aku berpikir ulang. Siapa tahu dia berencana demikian lagi. Dan peristiwa kemunculannya itu lagi tak kunjung tiba. Hingga seorang teman menyeletuk tentang kucing yang memilih kematiannya dalam kesendirian dan kesunyian. Dia menerima sakratul mautnya sendiri dengan legowo. Kira-kira begitulah penjelasan teman itu tentang kematian yang mengunjungi seekor kucing. Mungkin...
Aku menerima itu sebagai kebenaranku. Gembel menerima kehidupan dan kematiannya sendiri. Dia menolak sama dengan yang lainnya. Dia memilih entitasnya sendiri tanpa kepentingan apapun. Dia menjadi dirinya dan aku berada dalam kehidupannya.***


Note: Gembel kemungkinan berusia sekitar 7 tahun hingga terakhir kali dia terlihat. Aku berasumsi dia telah mati karena penyakit yang dideritanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 tahun sudah

Pada Sahabat Yang Pergi, Kusampaikan