Aku, kini dan hari
Ada seduhan kopi yang saban pagi ku kecap
Terutama di pagi yang dingin dengan kabut yang saru
Dingin pagi dengan kopi yang panas adalah perpaduan
Membuat pinggul enggan berpindah untuk memulai
Menatap embun membasahi helai rerumputan
Yang perlahan pergi entah kemana seiring sisip nur
Pinggul pun semakin enggak memulai hari
Ada air yang dingin terdengar mengalir
Dari sebuah keran besi mengkilap yang dingin juga
Mengisi bak kotak berbahan plastik
Yang sisi dan sudutnya tampak sedikit berlumut
Bunyi air itu semakin membuat resah pinggul
Yang sedari awal enggan bergerak
Hanya ingin menyesap kopi yang panas
Waktu memang jahat bagi mereka yang membencinya
Begitu juga aku yang begitu mudahnya merasa waktu
Bergulir bagai bongkah batu padas yang terlepas
Dari tebing juram vertikal tanpa undak
Meluncur saja tanpa memedulikan bawahnya
Bagi setiap yang dilaluinya adalah kesialan
Waktu memang banyak menuntut
Selepas bersiap, aku meninggalkan kopi yang mulai dingin
Selalu bersisa dan kuminum di malam aku menemuinya
Meski dingin aku tetap menyukainya
Aku mengarungi hari dengan terkadang tatap kosong
Terkadang dengan semangat semu, kebanyakan formil
Mendengarkan keluhan dan semangat orang lain
Bagaimana dengan ku?
Ada masa lalu yang mengikutimu bagai bayang
Meski kau berlari kencang dan meliuk,
Dia selalu hadir tepat dibalik pundakmu
Yang rajin mengingatkan, bahwa
Dirimu kini adalah tuntunannya
Tak perlu orang lain memahaminya
Kau hanya perlu menerima
Balige, 22 Juni 2022
Dalam lamunan
Komentar
Posting Komentar