Tatap Kesunyian

Minggu siang itu begitu terik
Tanah meruapkan hawa lembab sisa hujan tadi malam
Awan berarak dikejauhan seperti berkejaran
Sesekali berkumpul kemudian pergi masing-masing
Mulai tampak abu-abu pertanda titik air 
Aku berdiri dibalik pohon kemiri berdahan jarang
Mempersembahkan tatap kesunyian

Minggu siang itu tak begitu istimewa
Seperti banyak Minggu yang terlewati
Terkadang kosong tak jarang membawa letih pinggang
Minggu siang itu aku bangun pagi demi sesuatu
Memaksa kaki melangkah oleh sebuah perihal
Mempertontonkan tatap kesunyian

Minggu siang itu adalah minggu ke-1664 ku
Mengecap raga dalam riak-riak udara dan bulir padi
Aku merasa hidup adalah catatan tak usai
Tak pernah sempurna dalam frasa meski tak buruk
Tak kesemuanya dapat tersimpan baik
Raga yang bernafas adalah sebuah anugerah
Menyaksikan tatap kesunyian

Minggu siang itu aku berada 
Pada sebuah kehidupan mencari nafkah
Dikelilingi orang-orang yang dapurnya tak kukenal
Yang berupaya menjadi arif 
Yang dapurnya berupaya untuk diisi asap bumbu
Menjalani tatap kesunyian

Minggu siang itu begitu terik
Di hamparan lahan tak begitu luas aku melirik
Sebuah tusam tegak sendiri
Tak berkawan sejenis, hanya sendiri
Tak bersedih, mengeluh, atau bersandiwara
Aku menikmatinya seperti kawan
Dan kami menatap tatap kesunyian




Sintong Marnipi

Minggu yang terik, Juni 2023


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 tahun sudah

Pada Sahabat Yang Pergi, Kusampaikan

Beberapa Paragraf Untuk Gembel