Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Sajak Awamatra Ku Pagi Ini Tuk Dikau Yang Dikenal Tubuh

Pagi berselisih dengan malam Tubuh gemeretak menerima dingin Tubuh mulai melupakan Wahai dikau yang dikenal tubuh Ada rasa-rasanya nikmat Menjulur dikala tempo dulu Sungguhlah dapat memberi kesimpulan Wahai dikau yang dikenal tubuh Tubuh dan pikiran berselisih Namun kaki tak kunjung beranjak Nikmat yang rasa-rasanya ingin Wahai dikau yang dikenal tubuh Pagi-pagi tak berarti Memberi ruang pada refleksi Apakah semua memberi Arti Wahai dikau yang dikenal tubuh Bergumul rasanya ingin Pada dikau yang dikenal tubuh Tuk sesaat hadirlah menjamah Tanpa keraguan tedeng aling-aling Wahai dikau yang dikenal tubuh Hadirlah dengan kekosongan  Merengkuh kenikmatan tertunda Di balik pasir danau Toba

Catatan Tabulasi Rasa di Bangku Moda

- Sampai saat ini masih mengalami pergejolakan akan berbagi budaya laten yang terjadi di tengah masyarakat. Bagaimana paradigma pendidikan, budaya, sosial, politik bahkan agama bergeser pada nilai-nilai yang sangat pragmatis. - Hegemoni pendidikan justru membawa kerusakan pada banyak bidang kehidupan. Katakanlah sektor tani yang justru membawa kondisi yang memprihatinkan bagi swadaya masyarakat. Entah bagaimana sistem dapat menghilangkan pertimbangan ekologi keberlanjutan yang mengenyam pendidikan tinggi. Entahlah... - Selalu merasakan bahwa teknologi memiliki konsekuensi bagi penggunanya yang entah sadar atau tidak mengorbankan itu pada tujuan abstrak. Turut berduka pada para korban pesawat jatuh Lion Air pada 29 Oktober 2018. Manusia lalai pada teknologi dan pengetahuan. - Masih tak mengerti mengapa masih banyak orang yang mistik dan berharap pada dunia lain. Apakah dunia ini kurang buat ego manusia? Pemuka agama murahan dengan khotbah-khotbah dangkal masih laku keras bak kacang rebu...

Lembah Dairi, Sesaat Sebelum Tua

Gambar
Tanah dan pepohonan dikepung perbukitan Subur dan melimpah bila menuai Sungai-sungai mengalir dari ketinggian Lembah Dairi menghidupi Leluhur berbondong menuju Lembah Dairi Sebab perut dan harga diri tak lagi terpenuhi Bersama kekasih mencari kehidupan Lembah Dairi menghidupi Lembah Dairi lahirkan regenerasi Setiap nyawa yang memiliki asa Terkadang bersyukur pun mengutuk Lembah Dairi menghidupi Kembali dan kembali... Terkadang khilaf yang menerus Menepis hijau Lembah Dairi Penuh dengan anugerah terlupakan Sesaat sebelum tua Sesaat tak tahu lagi pergi Sesaat kehidupan meminta diri Lembah Dairi ku kembali

Berilah Petunjuk (Isyarat Bertanya?)

Berilah petunjuk, agar asa tetap terjaga Bukankah petunjuk memberi isyarat? Berilah petunjuk tuk bersua Bukankah petunjuk memberi arti Jelaga punah bila petunjuk ada Malam menjadi sama dengan petunjuk Teknologi memberi petunjuk Berikanlah petunjuk Tanah yang sama memberi rasa Begitu juga rasa tuk berpetunjuk Bukankah petunjuk memberi makna? Berulang petunjuk tlah kuberikan Isyaratkan langkah melalui pintu Pintu apa saja tuk membelah rindu Lampirkanlah dalam laman ini Berilah petunjuk dari kejauhan

Hujan Hari Ini Kota Medan

Entah bagaimana Medan selalu membawa rindu Terlebih hujan yang mengiringi langkah basah Kenangan berkelebat mengisi sanubari Memberi tawa kerap nikmat Medan memberi segala rasa  Dari ketulusan hingga kebanalan Rasa nikmat yang hambar hingga syahwat yang tabu Medan mengisi hari-hari hujan Entah mengapa hujan memberiku ruang Ruang dimana aku bisa mengenang rasa Segala kehidupan yang berpamitan dengan waktu Semoga di sisi sana mengenang ini 

Hujan Hari Ini

Gambar
Sajak melihat dan mendengar rerintikan Hujan hari ini hadir pagi sekali. Sadar belum menjemput, rintiknya telah tiba. Mengisi udara dengan hawa yang dingin hingga bersama menjemput tidur yang telah selesai. Hujan kecil hari ini tak ribut dan tak jua sedikit. Sirat tanah terisi air hingga ke permukaan. Mengalir menyentuh telapak putih yang berkerut. Setiap orang saling bertatapan, dengan segala sintasan yang dikeroyok hujan hari ini. Berhenti sejenak dari segala aktivitas, memberi ruang pada makna hujan hari ini. Air membentuk anomali bagi kehidupan. Di sisi baik dia menghidupi, di sisi alami dia membalas. Tak berperasaan namun membentuk perilakunya. Kita adalah mekaniknya, membentuk hujan dengan segala perilakunya. Mensyukuri bila baik, mengutuk bila terjadi buruk. Melupakan semua hulu bahwa kita adalah mekaniknya. Hujan tak jera tuk berhenti hingga siang ini. Merdesir seperti kerumunan orang. Melepaskan pikiran jauh mengawang terkadang mmbuat pilu, sebab otak memberi ruang pada segala...

Pembunuh Hutan Bernama Tisu

Gambar
manafoods.blogspot.com Masyarakat pada umumnya mungkin tak ada yang tak mengenal tisu. Dengan serba kegunaannya yang praktis dengan harga yang terjangkau pula membuat tisu mudah ditemukan dimanapun. Baik itu di warung makan, pusat perbelanjaan, coffee shop , bahkan toilet umum dalam pusat perbelanjaan dapat ditemukan tisu. Beberapa orang juga menyimpan tisu secara pribadi bila sedang dalam aktivitasnya. Kepraktisan penggunaan tisu bagi setiap orang membuat tisu menjadi primadona perihal alat membersihkan dari berbagai kotoran ringan. Di belahan Eropa dan Amerika Utara bahkan membudayakan tisu sebagai alat pembersih saat di kakus. Tingginya akan pemakaian dan kebutuhan akan tisu membuat industri pembuat tisu tumbuh dengan subur dan menyerap banyak tenaga kerja, namun mirisnya sebagian besar konsumen tisu tak menyadari bahwa sehelai tisu membunuh sebatang pohon di tengah belantara hutan yang menopang banyak kehidupan lain termasuk peradaban manusia. Agar menjadi sebuah tisu, sebatang poh...

Hujan (Sore di Sipolha/15.10.18)

Hujan hari ini hadir pukul 15.30 Saat mendung tak memberi isyarat Perlahan kecil namun bergerombol Meruapkan wangi tanah hitam Hujan hari ini tak kunjung mati Dari cahaya lembayung berganti bias rembulan Tanah hitam perlahan terkikis membawa  Tampak capung dan dedaunan menggigil Hujan selalu memberi arti Walau terkadang artinya dingin Berhenti sejenak pada semua Berakar pada nikmat pikir Hujan hari ini tak kunjung reda Menghembuskan angin dingin Ringkuk badan tak jua menggigil Sedih kala berganti saat perut terisi

Cantik Itu Luka by: Eka Kurniawan (Berbagi Opini)

Gambar
Cinta itu banal! ‌Sekian lama kita terhegemoni berbagai bentuk tentang subjek cinta atau percintaan yang sangat normatif tanpa pernah berani walau setidaknya itu muncul dalam benak kita, bahwa cinta tak seklise yang terbayangkan. Arus utama perilaku yang dihadirkan dan dihasilkan oleh kekuatan impuls maupun terencana oleh kerangka pikir sangat membosankan dan tak luput sering menghadirkan kemuakan akan kemungkinan-kemungkinan yang muncul akibat cinta. Cantik Itu Luka menawarkan sisi lain meski tak asing sebenarnya tentang perasaan dan cinta itu sendiri. Cinta dibawa keluar jauh dari kemuliaan yang sering dikultuskan orang banyak. Cinta coba diporakporandakan dari persepsi baiknya dan itu nyata terjadi dalam berbagai rangkaian peristiwa cinta.  Kronologi demikian terbilang jarang diramu dalam bentukan cerita-cerita novel Indonesia walau tak dapat dikatakan tidak ada, namun terbatas pada penulis-penulis yang berani mengambil perspektif cerita diluar mainstream . Menghindari mora...

Menanam Bawang/Sipolha, Senja 11 Oktober 2018

Hujan berlarian Saling mengisi dingin dalam tanah Bau semerbak yang misterius Mengisi relung segala tanya Kejauhan berganti-ganti Memercikkan cahaya putih pengisi hari Dingin mengisi daging Terkadang jua menjadi sakit Namun pergi menjelang esok Tanah digarpu juga dipacul Tuk memberi ruang pada mahluk Memberi garis untuk bertumbuh Embun akan menemani suka-duka Pangan kita tanam Pangan kita lihat dan belai Semoga lusa memberi harapan Kita tersenyum tak risau perut lapar

Nusantara

Gambar
A da orang-orang yang berteriak membela Tuhannya yang terzalimi. Ada yang mati-matian membela jagoan politiknya tanpa pandang bulu. Ada aktivis media sosial yang entah sejak kapan julukan tersebut disematkan. Mahasiswa bergejolak seakan negeri mau runtuh dan perlu diselamatkan segera dari tangan-tangan bedebah. Ada yang tetap menikmati dunia maya bagaimanapun keadaan negeri. Ada yang mengeluh mata uang melemah sedangkan inflasi kata itu bahkan luput ditelinga. Ada yang berperang, tanpa pedang, tanpa senjata, tanpa strategi seperti ayam yang memperebutkan sisa jagung busuk di karung. Ada komunis berkeliaran entah dimana. Ada yang merasa dalam golongan pilihan Tuhan dan lainya adalah golongan setan. Semua orang tapi tak manusia. Ada juga yang tetap asyik menonton itu semua dibalik layar telepon genggam yang canggih berlogo sisa apel dicabik gigi, dengan segelas kopi terbaik di dalam ruangan sejuk tak berdebu dengan alunan musik yang menenangkan, sambil menulis di dunia mayanya: Negeri in...