Postingan

kolom opini

10 tahun sudah

Gambar
Sebuah Cerita Pendek Petang tiba, aku mencium aroma khas kopi yang sedang diseduh. Dari balik jendela dapur aku memperhatikan gelagatmu. Sepertinya kau sedang menyiapkan kopi dan pisang goreng untuk kita nikmati. Aku terhenti sejenak dari aktivitasku. Sejak pagi begitu terik hingga menuju sore. Pisau cangkul yang kugunakan tampak mengkilap diasah tanah yang kering. Sepertinya akhir musim kemarau sedang diujung ufuk. Aku memandang sekeliling. Barisan bedeng tanah tampak menuju selesai. Meski tak begitu luas, lahan sempit dibelakang gubuk kecil itu memberi banyak arti kehidupan. Ya, sepuluh tahun sudah berlalu, dan kau masih setia dengan sajian kopi yang kusuka.  * Aku menghentikan aktivitas mencangkul yang sudah kukerjakan sejak pagi yang terik. Dari balik baju lusuh menguarkan aroma asam. Aku menunggumu membawa sepiring pisang goreng dan kopi nikmat yang tak pernah kusesali. Beberapa saat tampak dari balik dapur gubuk itu kau datang dengan senyum. Seperti dugaanku yang ...

Tatap Kesunyian

Gambar
Minggu siang itu begitu terik Tanah meruapkan hawa lembab sisa hujan tadi malam Awan berarak dikejauhan seperti berkejaran Sesekali berkumpul kemudian pergi masing-masing Mulai tampak abu-abu pertanda titik air  Aku berdiri dibalik pohon kemiri berdahan jarang Mempersembahkan tatap kesunyian Minggu siang itu tak begitu istimewa Seperti banyak Minggu yang terlewati Terkadang kosong tak jarang membawa letih pinggang Minggu siang itu aku bangun pagi demi sesuatu Memaksa kaki melangkah oleh sebuah perihal Mempertontonkan tatap kesunyian Minggu siang itu adalah minggu ke-1664 ku Mengecap raga dalam riak-riak udara dan bulir padi Aku merasa hidup adalah catatan tak usai Tak pernah sempurna dalam frasa meski tak buruk Tak kesemuanya dapat tersimpan baik Raga yang bernafas adalah sebuah anugerah Menyaksikan tatap kesunyian Minggu siang itu aku berada  Pada sebuah kehidupan mencari nafkah Dikelilingi orang-orang yang dapurnya tak kukenal Yang berupaya menjadi arif  Yan...

KATA

Gambar
Kutulis kata per kata ini diseparuh malamku Kata per kata yang meruak dari kegelisahan Saat-saat malam tiba dari balik perbukitan Meruapkan hawa dingin  Kata per kata ditenun kegusaran  Menjelma sosok yang suka merisak Kutulis kata-kata dalam kekosongan Tak berisi harapan dan cita  Gusar, marah, bingung, sesal dan khawatir  Bagai sandang yang melekat Keyakinan tercabik-cabik kenyataan Cita-cinta luruh sebelum waktunya Kuucap kata per kata di kepala Yang mengambang di dalam pikiran Tak semuanya memiliki makna Kata per kata menjelma duri hitam Menusuk telapak kaki serasa senyar Harapan menggantung di ujung langit Kuingat kata per kata kegundahan Bagai jalan setapak menuju Pusuk Buhit Berbatu, berdebu, terjal dan kering Ujungnya membuat gelisah Mulanya menghembuskan desah  Misteri Mulajadi Nabolon Kurangkai kata per kata Menjadi napas disetiap pagi Yang membangkitkan diri dari angan Menapakkan kaki pada kenyataan Serta yang mengisi paru-paru Dalam napa...

Duka, membawaku kembali disini

Gambar
Bila kau ingat, kota ini tak asing buatku Begitu juga tak asing dalam memorimu Kota yang dingin dengan kopinya yang nikmat Sorenya kerap basah dan lembab diatas aspal Saat-saat yang nikmat menyesap kopi maupun menenggak tuak Kota ini, tak begitu asing bahkan untukmu Kau pasti ingat, beberapa tahun yang lalu Tak begitu lama, kupikir lima-delapan tahun lalu, entahlah Masa dimana wajah kita segar dan ceria Dipenuhi gairah dan semangat bersatu Menembus jarak dan batas keraguan sesaat Ya jarak, jarak antara Medan dan kota dingin ini Kala kita meraihnya bersama Ada harap masa depan terajut di kota kecil ini Olehmu begitu juga olehku  Pada secercah masa yang indah dikepala Saat kita menggantungnya dibalik studi Karibku menyediakan tempat yang hangat Pada masa depan yang dingin itu Di kota yang dingin dengan kopinya yang nikmat  Kota dingin ini menyimpan banyak keindahan Merajut kisah dan asa kita yang terlupakan Saat-saat kita dan karibku menyapanya Melintasi tepi danau ...

Pada Toba, Aku Berbicara

Gambar
Dapatkah aku berkeluh-kesah tentang diri kita? Pada ketidakberdayaan dan pengucilan Yang terlupakan waktu dan tergantikan Oleh deru laju peradaban yang melesat jauh Meninggalkan kita di atas perbukitan yang gersang Dapatkah kita menangis tanpa air mata? Dari sebuah cerita yang memilukan Dari sebuah sejarah panjang yang menyakitkan Dari sebuah kata akan melupakan Dari sebuah arti yang kini tak berarti Dapatkah kita berdiri di atas kaki kita? Untuk memomong cucu dan cicit kita Yang kian hari melupakan kita Yang pergi jauh meninggalkan bukit Membakar habis pepohonannya Aku ingin Berbicara pada Toba yang lupa Yang airnya membangkitkan kenangan Pada rerumputan yang membangkitkan jati diri Pada manusia-manusianya yang lahir dari Danau Tipang, 25 September 2022

Terasingkan

Gambar
Inginkah kau tahu, ada jalan yang kita lalui dalam kosong Jalan sempit bertepikan semak penuh harapan Kadang kita terguncang akan ketidaksiapan Pada keinginan yang jauh dari kepala Kau tahu, kita menapakinya kerapkali Sesekali euforia mencumbu Pada kemenangan-kemenangan renta muskil Terseret malam yang tak mengenal waktu Kembali pada Pagi yang kompetitif Kau tahu, kita menabung penyakit Ada kamar yang selalu menyambut kita Dalam dinginnya wajah tanpa muka Pada rabahan yang ngilu Berharap ingin mendekati kepala Kau tahu, kita terguncang lagi Sesekali lihatlah pasangan senja Didepan teras berdipan kayu Pada hari-hari yang dingin Dalam geriknya yang hemat Kau tahu, kita menunggu giliran Ladang terhampar berselimutkan perbukitan Kau tahu, aku duduk ditepinya Sesekali menepis serangga nakal Dalam hari yang sedang dingin Kosong, pendewasaan laju adab Akan penerimaan Sitahoan, Juli-Sore menjelang malam

Aku, kini dan hari

Gambar
Ada seduhan kopi yang saban pagi ku kecap Terutama di pagi yang dingin dengan kabut yang saru Dingin pagi dengan kopi yang panas adalah perpaduan Membuat pinggul enggan berpindah untuk memulai Menatap embun membasahi helai rerumputan Yang perlahan pergi entah kemana seiring sisip nur Pinggul pun semakin enggak memulai hari Ada air yang dingin terdengar mengalir Dari sebuah keran besi mengkilap yang dingin juga Mengisi bak kotak berbahan plastik Yang sisi dan sudutnya tampak sedikit berlumut Bunyi air itu semakin membuat resah pinggul Yang sedari awal enggan bergerak Hanya ingin menyesap kopi yang panas Waktu memang jahat bagi mereka yang membencinya Begitu juga aku yang begitu mudahnya merasa waktu Bergulir bagai bongkah batu padas yang terlepas Dari tebing juram vertikal tanpa undak Meluncur saja tanpa memedulikan bawahnya Bagi setiap yang dilaluinya adalah kesialan Waktu memang banyak menuntut Selepas bersiap, aku meninggalkan kopi yang mulai dingin Selalu bersisa dan kuminum di mala...